“Eh, Akbar, coba kau tengok gadis itu.
Ah, cantik kali Tuhan...” Togar menyetop langkahnya dan menunjuk satu gadis
yang tengah duduk disebuah kursi beton di depan kampus. Mata Togar hampir saja
lepas akibat melototin gadis cantik disana.
“Kamu tiba-tiba menyetop langkah sya
hanya karena cewek? Kamu ini mau kuliah apa mau cari cewek? Yasudah, saya mau
masuk kelas. Tolong ceritain kalau kamu sudah sukses mendapatkan dia.” Akbar
membalas tidak percaya. Ia menggeleng lalu melangkah pergi. Namun baru saja
kaki itu melangkah Togar sudah menghadangnya lagi. Akbar lagi-lagi harus
berhenti.
“Eitthh.... Tunggulah kawan, kau jangan
marah. Sensitif sekali kau rupanya. Yasudah, ayolah kita masuk kelas dan
meninggalkan bidadari pagi hari itu. Susah rupanya si manusia kulkas ini.”
Togar masih menyempatkan melirik gadis itu seraya melangkah untuk masuk ke
dalam kelas. Ia membuntuti Akbar dari melakang sambil sesekali senyam-senyim
kisbay kearah gadis itu.
“Hey Bar,” Putri menyapaku manis. Lagi-lagi
cewek yang berada disebelahnya. Duduk tepat disebelahnya itu Putri. Dan manusia
yang berada disebelah kanannya adalah Togar. Entah kebetulan atau memang untuk
ketidak sengajaan, untuk kedua kalinya Putri menyapa tiba-tiba dan duduk
disebelahnya.
Togar melihat kearah Akbar. Bukan, tapi
kearah Putri, “halo Putri, makin cantik saja kau. Minum obat apa cihhh
cantiikk.” Godaya sambil mengedipkan satu mata kanannya. Akbar mengerutkan dahi
mencoba untuk memberi isyarat bahwa Togar seharusnya diam dan tidak menimbulkan
gaduh. Berkali-kali usaha itu dilakukan namun tetap saja Togar membuat gaduh.
“Apa kau? Sat-set-sat-set. Cemburu kau
Putri aku dekati? Haaa.... Ternyata kau naksir juga si cantik Putri itu.
Alhamdulilah Tuhan, akhirnya kawanku satu ini bisa suka juga sama wanita. aku pikir
kau sudah tidak suka wanita, kawan.” Serunya membuat seisi ruangan beralih fokus
menatap mereka. Togar tidak bisa mengatur nadanya sampai dia harus mengeluarkan
suara yang keras menggema diseluruh ruangan. Dan mereka harus menjadi pusat
perhatian.
Bola mata togar melirik kanan dan kiri
dan dia baru sadar jika ternyata banyak mata yang menatapnya sinis. “Togar,
kenapa kamu? Kalau mau ribut diluar saja! Disini bukan tempat untuk ribut.
Disini tempat untuk belajar.” Dosen memaki Togar sepontan.
Togar hanya cengar-cengir malu sendiri
dimarah oleh Bu Dosen. “Heheheee.... Maaf, Bu Dosen, reflek tadi.” Kilahnya
seraya tersenyum melas. Yang lain hanya senyam-senyum dengan ulah Togar yang
konyol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar