Kamis, 09 Februari 2017

Tiga



“Eh, Akbar, coba kau tengok gadis itu. Ah, cantik kali Tuhan...” Togar menyetop langkahnya dan menunjuk satu gadis yang tengah duduk disebuah kursi beton di depan kampus. Mata Togar hampir saja lepas akibat melototin gadis cantik disana.
“Kamu tiba-tiba menyetop langkah sya hanya karena cewek? Kamu ini mau kuliah apa mau cari cewek? Yasudah, saya mau masuk kelas. Tolong ceritain kalau kamu sudah sukses mendapatkan dia.” Akbar membalas tidak percaya. Ia menggeleng lalu melangkah pergi. Namun baru saja kaki itu melangkah Togar sudah menghadangnya lagi. Akbar lagi-lagi harus berhenti.
“Eitthh.... Tunggulah kawan, kau jangan marah. Sensitif sekali kau rupanya. Yasudah, ayolah kita masuk kelas dan meninggalkan bidadari pagi hari itu. Susah rupanya si manusia kulkas ini.” Togar masih menyempatkan melirik gadis itu seraya melangkah untuk masuk ke dalam kelas. Ia membuntuti Akbar dari melakang sambil sesekali senyam-senyim kisbay kearah gadis itu.
“Hey Bar,” Putri menyapaku manis. Lagi-lagi cewek yang berada disebelahnya. Duduk tepat disebelahnya itu Putri. Dan manusia yang berada disebelah kanannya adalah Togar. Entah kebetulan atau memang untuk ketidak sengajaan, untuk kedua kalinya Putri menyapa tiba-tiba dan duduk disebelahnya.
Togar melihat kearah Akbar. Bukan, tapi kearah Putri, “halo Putri, makin cantik saja kau. Minum obat apa cihhh cantiikk.” Godaya sambil mengedipkan satu mata kanannya. Akbar mengerutkan dahi mencoba untuk memberi isyarat bahwa Togar seharusnya diam dan tidak menimbulkan gaduh. Berkali-kali usaha itu dilakukan namun tetap saja Togar membuat gaduh.
“Apa kau? Sat-set-sat-set. Cemburu kau Putri aku dekati? Haaa.... Ternyata kau naksir juga si cantik Putri itu. Alhamdulilah Tuhan, akhirnya kawanku satu ini bisa suka juga sama wanita. aku pikir kau sudah tidak suka wanita, kawan.” Serunya membuat seisi ruangan beralih fokus menatap mereka. Togar tidak bisa mengatur nadanya sampai dia harus mengeluarkan suara yang keras menggema diseluruh ruangan. Dan mereka harus menjadi pusat perhatian.
Bola mata togar melirik kanan dan kiri dan dia baru sadar jika ternyata banyak mata yang menatapnya sinis. “Togar, kenapa kamu? Kalau mau ribut diluar saja! Disini bukan tempat untuk ribut. Disini tempat untuk belajar.” Dosen memaki Togar sepontan.
Togar hanya cengar-cengir malu sendiri dimarah oleh Bu Dosen. “Heheheee.... Maaf, Bu Dosen, reflek tadi.” Kilahnya seraya tersenyum melas. Yang lain hanya senyam-senyum dengan ulah Togar yang konyol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar