Selasa, 27 September 2016

Aku Bahagia, Meski Aku Sakit


Aku Bahagia, Meski Aku Sakit
“Maafkan aku. Tak seharusnya aku membawamu saat itu. Aku sangat mencintaimu, jangan kau biarkan aku hidup sendiri di dunia ini. Hidup dengan bayang-bayang rasa bersalah. Penyesalan yang mungkin akan aku bawa sampai mati! Sanggupkah nyawaku menebus semua kesalahanku, Tuhan!” Laki-laki itu menagis sambil terus memeluk sebuah batu nisan. Air matanya mengalir deras sederas hujan yang saat ini tengah membasahi tubuhnya. Dalam pekatnya hujan yang terus mengguyur tubuhnya, laki-laki ini masih mengguguk di sebuah pusara.
“Kenapa harus dia, Tuhan!” Teriaknya menongak ke atas seolah menginginkan keadilan Tuhan. Sementara dia masih mengguguk penuh sesal.
“KENAPA BUKAN AKU!!! Aku yang bersalah, seharusnya aku yang mati!” Laki-laki itu masih memaki dirinya sendiri disana. Air hujan, langit gelap, petir, angin, semua menjadi saksi atas penyesalannya.
“Sudah, jangan kamu menyiksa diri seperti ini. Ini bukan murni kesalahan kamu. Semua ini adalah kehendak Tuhan. Semua kejadian di dunia ini atas kehendak-Nya. Tuhan yang sudah mengatur semuanya, termasuk mengambil nyawa seseorang. Seharusnya kamu bisa menerima dan mengiklaskannya. Jika kamu seperti ini berarti kamu menentang kehendak Tuhan. Kasihan juga dia di sana, pasti dia akan sedih! Menangis melihatmu seperti ini. Ingat Dimas, semua manusia pasti akan mati.” Sosok wanita tiba-tiba datang membawa payung yang menghalangi air hujan semakin membuat beku tubuh laki-laki yang tengah memeluk nisan itu.
Laki-laki itu menoleh. Mencari sumber yang dengan enteng mengucapkan kalimat itu. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu sedangkan dia tak pernah merasakannya. Siapa dia?
“Iklas? Kamu bilang aku harus iklas! Setelah aku membunuh kekasihku sendiri kamu bilang aku harus iklas! Tuhan tidak adil kepadaku! Lebih baik kamu pergi dan jangan mengurusi masalahku. PERGI!” Bentak laki-laki itu sambil mendorong tubuh si wanita yang tengah memayunginya sampai hampir membuatnya tersungkur. Wanita itu meneteskan air mata.
Sepertinya hati sulit untuk berdamai. Laki-laki itu bahkan tidak perduli meskipun wanita itu telah berkorban, rela datang ke makam meskipun hujan lebat menghadangnya. Derasnya hujan bukan seberapa dibanding sakit hati mencintai seseorang namun tak mendapat balasan. Cinta bertepuk sebelah tangan. Namun, naluri hati tak tega melihat laki-laki yang ia cintai menyiksa diri. Wanita itu sangat mencintainya meski hati tak memilihnya. Meskipun begitu, sang wanita berlapang dada. Ia mau menerima karena ia tahu, “cinta tak harus memiliki.” Cinta mampu menghapus luka yang sudah menggores pada hati itu. Cinta, itulah cinta.
“Tapi aku perduli sama kamu. Aku tahu sampai kapan pun aku tak akan pernah bisa memiliki hatimu, namun aku sangat perduli. Aku tak bisa melihatmu seperti ini. Semuanya telah terjadi, tak adalagi yang harus disesali.” Balas si wanita terurai air mata.
“Untuk apa kamu perduli pada laki-laki yang tidak bisa menerima cinta-mu! UNTUK APA?! Lebih baik kamu cari laki-laki yang bisa menerimamu. Aku bukan yang terbaik...” Balas laki-laki itu menunduk tanpa expresi. Rambutnya terurai penuh dengan air. Sang wanita menangis mengguguk disampingnya.
“Lisa, seharusnya kamu berada dirumah. Untuk apa kamu disini? Air hujan akan membuat tubuhmu lemah dan terjatuh sakit. Biarkan aku berada disini bersama dengan makam kekasihku dan penyesalanku. Aku bukan laki-laki yang pantas  untuk kau nantikan.” Ucap laki-laki itu.
Lisa? Ya, Lisa adalah nama wanita yang sejak tadi memayungi laki-laki itu. Wanita yang sejak tadi bersabar membujuk laki-laki itu untuk segera beranjak pulang. Wanita yang sangat setia dengannya. Dan, wanita yang tak pernah bisa memiliki hati laki-laki itu.
“Dimas, aku tahu memang sangat berat semua ini bagimu. Aku juga tahu jika kamu memang seharusnya tak aku nantikan. Namun, apa bisa dikata jika hati ini sudah berkata. Raga ini hanya bisa menuruti apa kata hati wanita lemah yang berada tepat disampingmu ini. Aku datang untukmu. Untuk berada disampingmu kapanpun kamu perlukan. Aku perduli dengan kamu. Sangat perduli!” Lisa memeluk erat tubuh Dimas.
Dibalik derasnya hujan dan pekatnya suasana makam, Lisa memberikan bahunya sebagai tempat untuk Dimas berlabuh. Dipelukannya, Dimas terus saja menangis mengguguk. Tak banyak yang bisa Lisa perbuat selain membuat Dimas nyaman dalam pelukan itu.
Disaat remaja seusianya sibuk untuk mengurus kuliah dengan kedua orangtuanya, justru Dimas, si remaja tampan yang baru saja lulus SMA harus menanggung kepedihan kehilangan sang kekasih yang sangat dicintainya. Saat remaja seusinya sibuk merayakan kelulusan SMA dengan keluarga justru Dimas harus bersedih karena tidak bisa bertemu dengan orangtuanya dihari besarnya ini. Bahkan disaat Dimas terbaring di atas ranjang ruang icu pun ia tak melihat kedua orangtuanya. Mereka justru sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Dimas hanya bisa meratapi kesedihannya kehilangan kekasih dan perhatian kedua orangtuanya.
Sedangkan wanita yang bernama Lisa adalah wanita yang sudah sejak kecil menjadi sahabatnya. Bahkan rumah mereka pun tetanggaan. Lisa rela sakit menahan rasa sakit dihatinya, namun dia tidak bisa jika melihat Dimas tersakiti hatinya. Mungkin banyak yang bilang jika Lisa adalah wanita bodoh karena setia mencintai tanpa dicintai. Namun, mereka pasti akan melakukan hal yang sama jika menjadi Lisa. Itulah cinta, terkadang sulit untuk dicerna logika. Cinta memang bodoh, namun akan lebih bodoh jika tidak pernah merasakan jatuh cinta.
Seminggu yang lalu ujian nasional baru saja usai. Hati yang dag-dig-dug karena takut dengan ujian nasional sudah hilang. Kini hati mereka jauh sudah plong karena sudah melewati fase Ujian Nasional. Namun, kini hati mereka harus dicemaskan dengan hasil ujian yang baru saja berakhir. Mungkin diantara mereka akan ada yang menangis karena tidak lulus. Namun itu bukanlah yang diharapkan. Masuk bersama maka harus lulus bersama. Berjuang bersama maka harus merdeka bersama. Sedih bersama maka harus bahagia bersama pula. Itulah simbolis persahabatan mereka. Siswa kelas tiga yang baru saja melewati masa ujian dan tinggal menunggu pengumuman dari hasil ujian tersebut.
Seperti tradisi jauh sebelum mereka, setiap perpisahan atau setiap kali pengumuman sudah diumumkan maka mereka akan merayakan kelulusan itu dengan cara corat-coret baju dan saling bertukar tanda tangan. Setelah itu mereka akan melakukan komfoi bersama tanda bahwa mereka semua lulus dan siap untuk melanjut kejenjang berikutnya.
Sejak jauh-jauh hari ada yang sudah mempersiapkan tentang kelanjutan studynya setelah lulus SMA. Tentang akan kuliah dimana? Ngambil jurusan apa? dan Universitas mana yang akan menjadi tujuan mereka. Namun, itu hanya berlaku bagi mereka yang sangat perduli dengan pendidikan. Disisi lain adajuga siswa yang justru sibuk mempersiapkan pesta perpisahan. Pesta yang sama seperti yang dilakukan senior-senior mereka terdahulu.
Sedangkan Dinda justru disibukan dengan mengurus persyaratan untuk persiapan mendaftar beasiswa kuliah di luar Negeri. Dinda sibuk mondar-mandir demi melengkapi berkas-berkas persayaratan agar segera bisa dikirim pada pihak penyelenggara beasiswa internasional. Dimas? Tidak ada laki-laki yang memikirkan tentang kuliahnya, mereka semua sibuk merancang pesta perpisahan termsuk Dimas. Dimas-lah promotor dari setiap kegiatan disekolah itu. Jelas, Dimas ketua OSIS SMA N 1 PAGAR DEWA.
Akhirnya, hari yang dinanti tiba. Hari dimana nasib mereka ditentukan oleh selembar kertas putih. Detik dimana mengguncang jantung mereka. Detik-detik pengumuman akan segera tiba. Semua siswa sudah berkumpul diaula sekolah. Termasuk Gina, Lisa dan Dinda. Mereka masih berharap-harap cemas akan hasil ujian itu. Ada yang sudah menangis, bahkan ada yang terus berdoa berharap hasilnya memuaskan. Ada juga yang santai optimis akan lulus ujian nasional. Bahkan ada yang sudah pingsan saat kepala sekolah baru saja mengucapkan salam pembuka. Semua siswa berdiam dalam cemas. Tak ada satupun yang mampu untuk tersenyum. Mereka semua terlihat sangat tegang. Mata mereka fokus, hati mereka berdebar-debar, pikiran mereka takut dan telinga mereka terbuka lebar untuk mendengar hasil pengumuman.
Yuforia kemenangan dimulai. Semua siswa yang berada didalam aula langsung berhambur berkumpul dihalaman sekolah. Mereka tertawa lepas bahkan ada yang sujud syukur ditengah lapangan. Ada yang menangis bahagia dan disudut sana ada yang siap membawa lima botol pilok untuk corat-coret seragam sebagai tradisi kelulusan. Kepala sekolah mengumumkan bahwa semua murid lulus seratuspersen. Dan, pecahlah yuforia kebahagiaan itu. Dimas, dan seluruh murid yang merayakannya pecah mewarnai halaman sekolah. Aksi corat-coret dimulai. Lapangan yang tadinya dipenuhi oleh putih abu-abu, kini berupah menjadi sebuah lapangan pelangi karena warna-warni dari pilok yang di semprotkan ke baju. Tak lupa, saling tuker tandatangan juga mewarnai yuforia kelulusan mereka.
Pesta corat-coret baju selesai. Masih ada acaralagi yang wajib untuk dilakukan. Apalagi kalau bukan komfoi merayakan kelulusan. Komfoi biasanya terdiri dari beberapa sekolah yang berada disekitar Kabupaten. Mereka semua menjadi satu untuk meramaikan jalan raya. Seluruh siswa pecah dijalanan membuat pengendara lain harus ekstra hati-hati. Dimas menjadi ketua rombongan dari SMA itu. Iring-iringan motor memenuhi jalan poros Tulang Bawang dan diantaranya adalah Dimas dengan motor gedenya. Di jok belakang duduk dengan anggun sosok wanita dengan tinggi ideal, kulit putih mengenakan jilbab warna cokelat. Ya, dia adalah Dinda. Sedangkan Gina menunggangi skuter matic dibelakang motor Dimas bersama dengan sahabatnya yaitu Lisa.
Awalnya iring-iringan berjalan dengan tertib dan lancar. Namun, beberapa jam kemudian menjadi ricuh setelah anggota dari SMA lain menggeber motornya lalu melajukan motornya dengan kencang sampai hampir saja membuat Dimas terjatuh.Tak mau direndahkan oleh SMA lain Dimas lalu memutar gas motornya dengan kecepatan tinggi. Ia bermaksut untuk mengejar lima orang dengan jenis motor yang sama yang hampir saja membuatnya terjatuh itu. Motor melaju dengan cepat. Beberapa mobil besar, pribadi dan beberapa motor dia salip dengan berlagak pembalap yang sedang berada dalam arena sircuit. Gina yang berada dibelakangnya saja ngeri sendiri melihat Dimas didepan sana. Dinda sempat menegurnya untuk mengendurkan gas karena Dinda takut jika Dimas kebut-kebutan di jalan. Meskipun Dinda telah bersusah payah mengingatkan Dimas, namun tetap saja Dimas tak mau dengar. Justru Dimas malah melaju dengan kecepatan tinggi. Merasa dikejar, rombongan yang berada didepannya itu tak mau kalah, mereka juga semakin melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Dimas beserta kelima sahabatnya itu mengejarnya dari belakang. Diantara sahabatnya itu ada juga Doni, sahabat sejak kecilnya Dimas.
Semakin lama Dimas semakin emosi dan semakin ngawur mengendarainya. Tak perduli mau mobil besar atau kecil, mau sempit atau longgar, selagi masih cukup dengan motornya maka ia akan terus memaksakan untuk membalap. Akhirnya balapan terjadi di sana. Dari belakang Gina melihat Dimas sudah mulai tak terkendali. Ia semakin ngawur mengendarainya. Ingin Gina menghentikannya, namun bagaimana bisa skuter metic mengejar motor gede itu. Gina hanya bisa menatap cemas Dimas didepan sana. Terlebih Lisa. Ia sangat mencemaskan Dimas. Beberapa kali Lisa berdoa di belakang Gina untuk keselamatan Dimas. Bukan Dimas justru Lisa yang paling ketakutan.
Dinda masih mencoba menegur dengan menepuk-nepuk pundak Dimas, namun Dimas menghiraukannya. Dimas masih saja tidak mau mengurangi kecepatannya.
BRUUAAAKKKKK!!!!
Apa yang ditakutkan tejadi.
DIMAASSS!!!!
Lisa berteriak kencang dibelakang Gina. Hampir saja gendang telinga Gina pecah dibuatnya. Lisa langsung lari menghampiri Dimas dan Dinda yang tergeletak tak berdaya di atas aspal.
Pada sebuah tikungan di depan sana dari arah berlawanan sebuah truck bermuatan pasir melaju dengan cepat menyerempet motor Dimas yang memang mengambil jalur yang salah. Akibatnya Dinda terpental sejauh duapuluh meter dan tubuhnya terbanting di aspal. Tidak berhenti disitu, tubuh Dinda langsung disambut oleh mobil pribadi jenis kijang inova yang juga berada sejalur dengan truck tersebut. Sedangkan motor Ninja Kawasaki warna hijau tersungkur dalam sebuah jurang bersama dengan tubuh Dimas.
Hening.
Siliner ambulan memecah keheningan itu
Tak lama kemudian ambulan datang membawa tubuh Dimas dan Dinda. Mereka berada dalam ambulan yang berbeda. Sedangkan polisi yang mengurusi motor dan truck serta kijang inova yang menabrak mereka. Mereka semua langsung berbondong-bondong datang ke rumah sakit untuk memastikan keadaan Dimas dan Dinda. Gina, Gina masih syock dengan kejadian yang menimpa sahabatnya itu. Kejadian itu tepat di depan matanya. Ingin ia langsung berlari mendekap Dimas, namun Lisa sudah dulu merangkul tubuh Dimas yang terbaring tak berdaya penuh dengan darah.
Sosok wanita tengah terlihat mengguguk disudut sana. Dia adalah Lisa. Lisa mengguguk disudut koridor. Beberapa teman dan guru mencoba untuk menenangkannya. Gina mendekati Lisa dan mencoba untuk menenangkannya. Gina juga tak kalah sedih. Ia tak kuasa untuk menahan sedih itu rasanya. Namun ia sadar, ia harus kuat dan tidak boleh terlihat seperti seharusnya.
Sayang, sungguh malang nasib Dinda. Ia dikabarkan meninggal ditempat sedangkan Dimas masih tak sadar dalam rungan icu. Benturan pada bagian kepala sampai menyebabkan pembulu darahnya pecah dan dokter tak mampu menyelamatkan Dinda dari kematian. Semua sahabat serta teman-teman di SMA menangis tak lebih guru-guru mereka. Hujan airmata pecah kala itu dirumah sakit. Hanya Dimas yang belum tahu tentang kematian Dinda. Dinda juga termasuk dalam siswi yang berprestasi yang mendapatkan beasiswa untuk kuliah di luar Negeri. Namun sayang, ajal keburu menjemputnya. Mereka masih terurai airmata melihat jasad Dinda yang perlahan dimasukan ke dalam liang. Dinda tak berdaya tanpa nyawa didalam liang tanpa jendela itu. Semua orang sedih. Tidak ada yang tida bersedih di pemakaman itu.
Jasadnya dimakamkan tanpa sepengetahuan Dimas, karena dia masih terbaring tak sadar di rumah sakit. Hanya Lisa yang menemaninya di rumah sakit. Kadang simbok datang jika dirumah tidak sibuk. Papa dan Mamanya hanya sekali menjenguknya karena kesibukan mereka membuat tidak ada waktu untuk menjenguk Dimas. Empat hari kemudian barulah Dimas mendapat kabar jika Dinda meninggal dunia dan telah dimakamkan. Tak menunggu diperbolehkan untuk pulang Dimas langsung lari keluar pergi ke persemayaman terakhir kekasihnya itu. Disanalah ia meluapkan semua penyesalannya sampai satu hari satu malam ia tak pulang. Ia terus saja memeluk nisan Dinda sambil terus meminta maaf dan menangis. Rasa bersalahnya sangat besar, apalagi dia harus merenggut nyawa wanita yang akan menuntut cita-citanya. Dia tahu, kuliah diluar Negeri adalah cita-cita Dinda. Sebelum kecelakaan terjadi Dinda sempat meminta kepada Dimas, jika dia harus kuliah diluar negeri dan mereka LDR-an maka Dinda berharap agar Dimas setia menunggunya kembali. Namun apa boleh dikata jika Tuhan berkendak, niatan untuk LDR-an sementara kini berubah menjadi selamanya.
Dan penyesalan serta rasa bersalah itu yang membuat Dimas menyiksa diri sampai berbulan-bulan. Setiap hari ia hanya bengong di depan makam kekasihnya itu. Orang tuanya yang sibuk membuat Dimas seperti tak adalagi yang perduli. Lisa yang biasanya menggantikan bibi Inem mengurus Dimas. Lisa tidak tega melihat keadaan sahabatnya saat itu. Hatinya juga ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Dimas. Badan yang tadinya putih bersih, gemuk, kini berubah menjadi kumal, kurus dan rambutnyapun panjang tak terurus. Beberapakali Lisa membujuknya untuk menyudahi penyesalan itu, namun ia tidak mendengarnya. Semua rasa bersalahnya menutupi gendang telinganya. Lisa hanya bisa tlaten dan dengan sabar merawat Dimas sampai akhirnya tiba. Dimana Dimas bisa mencintainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar