“Ya ndak boleh gitu. Itu namanya serakah. Kamu ndak bisa
memiliki sesuatu dua sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Harus ada yang
terlebih dulu kamu dahulukan.” Edi mengangguk kalem. Wajah polosnya membuat
Suparman tersenyum.
“Le, Negara kita ini sedang menghadapi krisis moneter dan
ekonomi. Kamu, sebagai calon generasi bangsa harus bisa membangun Negera ini
agar jauh lebih baik lagi. Kamu ndak boleh mengikuti hal-hal yang menyimpang
seperti yang dilakukan orang-orang disana. Kamu harus jadi panutan. Kamu harus
jadi contoh.” Pesan Suparman untuk putranya. Suparman mulai menyenderkan
pinggangnya pada batang pisang.
“Tapi gimana caranya Pak? Kita kan ndak punya uang. Kita
miskin.”
“Hoalah Le, Le, kamu itu ya kok lucu. Uang itu bukan
segalanya. Yang paling penting tu Ilmu. Ilmu lebih berharga dari uang. Kamu
lihat Pak Soekarno sama Pak Soeharto, mereka apa punya uang, ndak Le. Mereka
jadi pemimpin karena mereka punya Ilmu. Mereka pinter. Jadi, kalo kamu pengin
jadi pemimpin, jadilah orang pinter.”
“Berati aku harus terus sekolah dong Pak?”
“Yo jelas. Kamu harus terus sekolah sampai jadi
Sarjana. Sarjanah yang berbobot. Tapi ingat Le, jangan sombong. Jadilah seperti
padi, semakin berisi semakin tua semakin menunduk, dekat dengan tanah. Sadar
jika akhirnya pasti akan kembali ke tanah. Jangan malah ndangak. Ndak boleh.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar